PENGERTIAN BELA NEGARA
Bela
negara adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan Republik Indonesia
terhadap ancaman, baik dari luar maupun dalam negeri. Kegiatan pembelaan negara
pada dasarnya merupakan usaha dari warga negara untuk mewujudkan ketahanan
nasional. Bela negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau
militerisme, seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara
hanya terletak pada Tentara Nasional Indonesia. Padahal berdasarkan Pasal 27
dan 30 UUD 1945, masalah bela negara dan pertahanan negara merupakan hak dan
kewajiban setiap warga negara Republik Indonesia. Membela negara Indonesia
adalah hak dan kewajiban dari setiap warga negara Indonesia. Hal ini tercantum
secara jelas dalam Pasal 27 ayat 3 UUD 1945 perubahan kedua yang berbunyi
"Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara". Setiap warga negara juga berhak dan wajib ikut serta dalam
pertahanan negara. Hal demikian sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 UUD 1945
perubahan kedua bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pertahanan dan keamanan negara." Berdasarkan Pasal 27 ayat (3)
dan Pasal 30 ayat (1) UUD 1945 tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pembelaan
dan pertahanan negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara
Indonesia. Mengenai peran warga negara dalam bela negara disebutkan dalam Pasal
9 UU No. 3 Tahun 2002, yaitu:
1) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan
negara
2) Keikutsertaan warga negara dalam upaya
bela negara, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui: a.
pendidikan kewarganegaraan; b. pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; c.
pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau
secara wajib; dan d. pengabdian sesuai dengan profesi.
3) Ketentuan mengenai pendidikan
kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian
sesuai dengan profesi diatur dengan undang – undang.
SEJARAH PERINGATAN HARI BELA NEGARA
Hari Bela Negara ditetapkan pada
tanggal 19 Desember untuk seluruh masyarakat Indonesia. Hari Peringatan ini
dilatarbelakangi oleh peristiwa dibentuknya Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI). Kala itu, pada 19 Desember 1948, sistem pemerintahan
Indonesia yang berpusat di Yogyakarta kembali jatuh pada tangan Belanda. Bukan
hanya wilayah yang kembali dikuasai, Belanda juga menangkap Soekarno-Hatta,
serta beberapa menteri lainnya hingga sistem pemerintahan yang sedang
dijalankan terhambat. Peristiwa penangkapan ini juga dikenal dengan gerakan
Agresi Militer Belanda II yang kemudian mendorong pembentukan wilayah dan
sistem pemerintahan sementara di Bukittinggi, Sumatera Barat. Dalam situasi
genting, sidang kabinet digelar di Yogyakarta dan mendapatkan dua keputusan.
Pertama, Soekarno-Hatta tetap berada di Yogyakarta meskipun harus menerima resiko
penangkapan oleh Belanda. Kedua, memberi mandat kepada Menteri Kemakmuran,
Sjafruddin Prawiranegara yang berada di Sumatera untuk membentuk PDRI. Kemudian,
pada 22 Desember 1948, berkumpul tokoh pimpinan republik seperti Sjafruddin
Prawiranegara, Teuku Mohammad Hassan, Sutan Mohammad Rasjid, Kolonel Hidayat,
Lukman Hakim, Ir. Indracahya, Ir. Mananti Sitompul, Maryono Danubroto, Direktur
BNI A. Karim, Rusli Rahim, dan Latif, untuk menyusun organisasi PDRI
secepatnya. Salah satunya, menetapkan Sjafruddin sebagai Ketua PDRI/Menteri
Pertahanan/ Menteri Penerangan/Menteri Luar Negeri ad interim.
Dalam mengenang salah satu peristiwa penting kemerdekaan Indonesia ini, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dengan Keputusan Presiden No 28 Tahun 2006, menyatakan 19 Desember sebagai peringatan Hari Bela Negara (HBN). Hari Bela Negara adalah penghargaan untuk mengingat perjuangan tokoh nasional dalam mempertahankan kemerdekaan dan sistem pemerintahan Indonesia yang mandiri. Selain itu, Hari Bela Negara juga dapat menjadi inspirasi untuk warga negara, terutama generasi muda, agar dapat mengimplementasikan sikap bela negara dalam kehidupan sehari-hari.